Praktek Gadai Hak Atas Tanah Dibawah Tangan Dilihat dari Sudut Undang-Undang No.5 Tahun 1960 dan Hukum Islam (Studi di Desa Pandai Kecamatan Woha Kabupaten Bima)
DOI:
https://doi.org/10.61461/nlr.v1i2.34Kata Kunci:
Praktek Gadai, Hak Atas Tanah dibawah Tangan, Hukum Islam, Undang-Undang No.5 Tahun 1960Abstrak
Tulisan ini meneliti dan menganalisis tentang praktek gadai hak atas tanah dibawah tangan yang terjadi ditengah-tengah kehidupan masyarakat, yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah terus menerus dilakukan oleh masyarakat dalam menjawab kebutuhan-kebutuhan hidup. Praktek gadai semacam ini patut dilanggengkan atau perlu dibatasi baik dari aspek Undang-undang Agraria maupun dalam hukum Islam. Pasal 53 Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, bahwa Gadai Hak Atas Tanah sementara. Kemudian Undang-undang No. 56 Prp. Tahun 1960, Pasal 7 menetapkan: Hak Gadai tanah yang sudah berlangsung 7 (tujuh) tahun wajibmengembalikan dengan tidak ada uang tebusan. Dalam hukum Mu’amalah Islam dilarang melakukan memungut melebihi atau memberatkan pihak lain ( riba ). Tulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris, yaitu dengan menguji aturan-aturan yang bersifat normatif dengan fakta-fakta yang terjadi dalam kehidpan masyarakat; dari hasil penelitian ditemukan bahwa pada umumnya masyarakat Desa Pandai Kecamatan Woha Kabupaten Bima Praktek Gadai Tanah dibawah tangan sangat dominan dengan alasan saling bantu membantu padahal bantu membantu dengan cara gadai ini sangat merugikan pihak pemberi gadai.